PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA TENTANG SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (Lampran I)

LAMPIRAN I : PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA.
Nomor : PER.05/MEN/ 1996.
Tanggal : 12 Desember 1996.

PEDOMAN PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

1. KOMITMEN DAN KEBIJAKAN

1.1 Kepemimpinan dan Komitmen 

Pengurus harus menunjukkan kepemimpinan dan komitmen terhadap keselamatan dan kesehatan kerja dengan menyediakan sumberdaya yang memadai. Pengusaha dan pengurus perusahaan harus menunjukkan komitmen terhadap keselamatan dan kesehatan kerja yang diwujudkan dalam:

  1. Menempatkan organisasi keselamatan dan kesehatan kerja pada posisi yang dapat menentukan keputusan perusahaan.
  2. Menyediakan anggaran, tenaga kerja yang berkualitas dan sarana-sarana lain yang diperlukan dibidang keselamatan dan kesehatan kerja.
  3. Menetapkan personel yang mempunyai tanggung jawab, wewenang dan kewajiban yang jelas dalam penanganan keselamatan dan kesehatan kerja.
  4. Perencanaan keselamatan dan kesehatan kerja yang terkoordinasi.
  5. Melakukan penilaian kinerja dan tindak lanjut pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja.

 

Komitmen dan kebijakan tersebut pada butir a sampai dengan e diadakan peninjauan ulang secara teratur. Setiap tingkat pimpinan dalam perusahaan harus menunjukkan komitmen terhadap keselamatan dan kesehatan kerja sehingga penerapan Sistem Manajemen K3 berhasil diterapkan dan dikembangkan.

Setiap tenaga kerja dan orang lain yang berada ditempat kerja harus berperan serta dalam menjaga dan mengendalikan pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja.

1.2 Tinjauan Awal Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Initial Review) 

  1. Peninjauan awal kondisi keselamatan dan kesehatan kerja perusahaan saat ini dilakukan dengan:
  2. Identifikasi kondisi yang ada dibandingkan dengan ketentuan pedoman ini.
  3. Identifikasi sumber bahaya yang berkaitan dengan kegiatan perusahaan.
  4. Penilaian tingkat pengetahuan, pemenuhan peraturan perundangan dan standar keselamatan dan kesehatan kerja.
  5. Membandingkan penerapan keselamatan dan kesehatan kerja dengan perusahaan dan sektor lain yang lebih baik.
  6. Meninjau sebab dan akibat kejadian yang membahayakan, kompensasi dan gangguan serta hasil penilaian sebelumnya yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja.
  7. Menilai efisiensi dan efektifitas sumberdaya yang disediakan. Hasil peninjauan awal keselamatan dan kesehatan kerja merupakan bahan masukan dalam perencanaan dan pengembangan Sistem Manajemen K3.

1.3 Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu pernyataan tertulis yang ditandatangani oleh pengusaha dan atau pengurus yang memuat keseluruhan visi dan tujuan perusahaan, komitmen dan tekad melaksanakan
keselamatan dan kesehatan kerja, kerangka dan program kerja yang mencakup kegiatan perusahaan secara menyeluruh yang bersifat umum dan atau operasional. Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dibuat melalui proses konsultasi antara pengurus dan wakil tenaga kerja yang kemudian harus dijelaskan dan disebarluaskan kepada semua tenaga kerja, pemasok dan pelanggan. Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja bersifat dinamik dan selalu ditinjau ulang dalam rangka peningkatan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja.

2.PERENCANAAN

Perusahaan harus membuat perencanaan yang efektif guna mencapai keberhasilan penerapan Sistem Manajemen K3 dengan sasaran yang jelas dan dapat diukur. Perencanaan harus memuat tujuan, sasaran dan indikator kinerja yang diterapkan dengan mempertimbangkan identifikasi sumber bahaya penilaian dan pengendalian risiko sesuai dengan persyaratan perundangan yang berlaku serta hasil pelaksanaan tinjauan awal terhadap keselamatan dan kesehatan kerja.

2.1 Perencanaan Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Risiko

Identilikasi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko dari kegiatan produk, barang dan jasa harus dipertimbangkan pada saat merumuskan rencana untuk memenuhi kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja. Untuk itu harus
ditetapkan dan dipelihara prosedurnya.

2.2 Peraturan Perundangan dan Persyaratan lainnya

Perusahaan harus menetapkan dan memelihara prosedur untuk inventarisasi, identifikasi dan pemahaman peraturan perundangan dan persyaratan lainnya yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja sesuai dengan kegiatan perusahaan yang bersangkutan. Pengurus harus menjelaskan peraturan perundangan dan persyaratan lainnya kepada setiap tenaga kerja.

2.3 Tujuan dan Sasaran

Tujuan dan sasaran kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja yang ditetapkan oleh perusahaan sekurang-kurangnya harus memenuhi kualifikasi:

  1. Dapat diukur.
  2. Satuan / Indikator pengukuran.
  3. Sasaran Pencapaian
  4. Jangka waktu pencapaian.

Penetapan tujuan dan sasaran kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja harus dikonsultasikan dengan wakil tenaga kerja, Ahli K3, P2K3 dan pihak-pihak lain yang terkait. Tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan ditinjau kembali secara teratur sesuai dengan perkembangan.

2.4 Indikator Kinerja

Dalam menetapkan tujuan dan sasaran kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja perusahaan harus menggunakan indikator kinerja yang dapat diukur sebagai dasar penilaian kinerja keselamatan dan kesahatan kerja yang sekaligus merupakan informasi mengenai keberhasilan pencapaian Sistem Manajemen K3.

2.5 Perencanaan Awal dan Perencanaan Kegiatan yang Sedang Berlangsung.

Penerapan awal Sistem Manajemen K3 yang berhasil memerlukan rencana yang dapat dikembangkan secara berkelanjutan, dan dengan jelas menetapkan tujuan serta sasaran Sistem Manajemen K3 yang dapat dicapai dengan:

  1. Menetapkan sistem pertanggungjawaban dalam pencapaian tujuan dan sasaran sesuai dengan fungsi dan tingkat manajemen perusahaan yang bersangkutan.
  2. Menetapkan sarana dan jangka waktu untuk pencapaian tujuan dan sasaran.

3.  PENERAPAN

Dalam mencapai tujuan keselamatan dan kesehatan kerja perusahaan harus menunjuk personel yang mempunyai kualifikasi yang sesuai dengan sistem yang diterapkan.

3.1 Jaminan Kemampuan 

3.1.1 Sumber Daya Manusia, Sarana dan Dana

Perusahaan harus menyediakan personel yang memiliki kualifikasi, sarana dan dana yang memadai sesuai Sistem Manajemen K3 yang diterapkan. Dalam menyediakan sumber daya tersebut perusahaan harus membuat prosedur yang dapat memantau manfaat yang akan didapat maupun biaya yang harus dikeluarkan. Dalam penerapan Sistem Manajemen K3 yang efektif perlu dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

  1. Menyediakan sumber daya yang memadai sesuai dengan ukuran dan kebutuhan.
  2. Melakukan identifikasi kompetensi kerja yang diperlukan pada setiap tingkatan manajemen perusahaan dan menyelenggarakan setiap pelatihan yang dibutuhkan.
  3. Membuat ketentuan untuk mengkomunikasikan informasi keselamatan
    dan kesehatan kerja secara efektif.
  4. Membuat peraturan untuk mendapatkan pendapat dan saran dari para ahli.
  5. Membuat peraturan untuk pelaksanaan konsultasi dan keterlibatan tenaga kerja secara aktif.

3.1.2 Integrasi.

Perusahaan dapat mengintegrasikan Sistem Manajemen K3 kedalam sistem manajemen perusahaan yang ada. Dalam hal pengintegrasian tersebut terdapat pertentangan dengan tujuan dan prioritas perusahaan, maka:

  1. Tujuan dan prioritas Sistem Manajemen K3 harus diutamakan.
  2. Penyatuan Sistem Manajemen K3 dengan sistem manajemen perusahaan dilakukan secara selaras dan seimbang.

3.1.3 Tanggung Jawah dan Tanggung Gugat

Peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja akan efektif apabila semua pihak dalam perusahaan didorong untuk berperan serta dalam penerapan dan pengembangan Sistem Manajemen K3, serta memiliki budaya perusahaan
yang mendukung dan memberikan kontribusi bagi Sistem Manajemen K3. Perusahaan harus:

  1. Menentukan, menunjuk, mendokumentasikan dan mengkomunikasikan tanggung jawab dan tanggung gugat keselamatan dan kesehatan kerja dan wewenang untuk bertindak dan menjelaskan hubungan pelaporan
    untuk semua tingkatan manajemen, tenaga kerja, kontraktor dan subkontraktor dan pengunjung.
  2. Mempunyai prosedur untuk memantau dan mengkomunikasikan setiap perubahan tanggung jawab dan tanggung gugat yang berpengaruh terhadap sistem dan program keselamatan dan kesehatan kerja.
  3. Dapat memberikan reaksi secara cepat dan tepat terhadap kondisi yang menyimpang atau kejadian-kejadian lainnya.Tanggung jawab pengurus terhadap keselamatan dan kesehatan kerja adalah:
  • Pimpinan yang ditunjuk untuk bertanggung jawab harus memastikan bahwa Sistem Manajemen K3 telah diterapkan dan hasilnya sesuai dengan yang diharapkan oleh setiap lokasi dan jenis kegiatan dalam
    perusahaan.
  • Pengurus harus mengenali kemampuan tenaga kerja sebagai sumber daya yang berharga yang dapat ditunjuk untuk menerima pendelegasian wewenang dan tanggung jawab dalam menerapkan dan mengembangkan
    Sistem Manajemen K3.

3.1.4 Konsultasi, Motivasi, dan Kesadaran

Pengurus harus menunjukkan komitmennya terhadap keselamatan dan kesehatan kerja melalui konsultasi dan dengan melibatkan tenaga kerja maupun pihak lain yang terkait didalam penerapan, pengembangan dan
pemeliharaan Sistem Manajemen K3, sehingga semua pihak merasa ikut memiliki dan merasakan hasilnya.
Tenaga kerja harus memahami serta mendukung tujuan dan sasaran Sistem Manajemen K3, dan perlu disadarkan terhadap bahaya fisik, kimia, ergonomik, radiasi, biologis, dan psikologis yang mungkin dapat menciderai
dan melukai tenaga kerja pada saat bekerja serta harus memahami sumber bahaya tersebut sehingga dapat mengenali dan mencegah tindakan yang mengarah terjadinya insiden.

3.1.5 Pelatihan dan Kompetensi Kerja

Penerapan dan pengembangan Sistem Manajemen K3 yang efektif ditentukan oleh kompetensi kerja dan pelatihan dari setiap tenaga kerja di perusahaan. Pelatihan merupakan salah satu alat penting dalam menjamin kompetensi kerja yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan keselamatan dan kesehatan kerja. Prosedur untuk melakukan identifikasi standar kompetensi kerja dan penerapannya melalui program pelatihan harus tersedia. Standar kompetensi kerja keselamatan dan kesehatan kerja dapat dikembangkan dengan:

  1. Menggunakan standar kompetensi kerja yang ada.
  2. Memeriksa uraian tugas dan jabatan.
  3. Menganalisis tugas kerja.
  4. Menganalisis hasil inspeksi dan audit.
  5. Meninjau ulang laporan insiden. Setelah penilaian kemampuan gambaran kompetensi kerja yang
    dibutuhkan dilaksanakan, program pelatihan harus dikembangkan sesuai dengan hasil penilaiannya. Prosedur pendokumentasian pelatihan yang telah dilaksanakan dan dievaluasi efektifitasnya harus ditetapkan. Kompetensi kerja harus diintegrasikan ke dalam rangkaian kegiatan perusahaan mulai dari penerimaan, seleksi dan penilaian kinerja tenaga kerja serta pelatihan.

3.2 Kegiatan Pendukung

3.2.1 Komunikasi

Komunikasi dua arah yang efektif dan pelaporan rutin merupakan sumber penting dalam penerapan Sistem Manajemen K3. Penyediaan informasi yang sesuai bagi tenaga kerja dan semua pihak yang terkait dapat
digunakan untuk memotivasi dan mendorong penerimaan serta pemahaman umum dalam upaya perusahaan untuk meningkatkan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja. Perusahaan harus mempunyai prosedur untuk menjamin bahwa informasi keselamatan dan kesehatan kerja terbaru dikomunikasikan ke semua pihak dalam perusahaan. Ketentuan dalam prosedur tersebut harus dapat menjamin pemenuhan kebutuhan untuk:

  1. Mengkomunikasikan hasil dan sistem manajemen, pemantauan, audit dan tinjauan ulang manajemen pada semua pihak dalam perusahaan yang bertanggung jawab dan memiliki andil dalam kinerja perusahaan.
  2. Melakukan identifikasi dan menerima informasi keselamatan dan kesehatan kerja yang terkait dari luar perusahaan.
  3. Menjamin bahwa informasi yang terkait dikomunikasikan kepada orangorang diluar perusahaan yang membutuhkannya.

3.2.2 Pelaporan 

Prosedur pelaporan informasi yang terkait dan tepat waktu harus ditetapkan untuk menjamin bahwa Sistem Manajemen K3 dipantau dan kinerjanya ditingkatkan. Prosedur pelaporan internal perlu ditetapkan untuk menangani:

  1. Pelaporan terjadinya insiden.
  2. Pelaporan ketidaksesuaian.
  3. Pelaporan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja. Pelaporan identifikasi sumber bahaya.
    Prosedur pelaporan eksternal perlu ditetapkan untuk menangani:
    a. Pelaporan yang dipersyaratkan peraturan perundangan.
    b. Pelaporan kepada pemegang saham.

3.2.3 Pendokumentasian

Pendokumentasian merupakan unsur utama dari setiap sistem manajemen dan harus dibuat sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Proses dan prosedur kegiatan perusahaan harus ditentukan dan di dokumentasikan serta diperbarui apabila diperlukan. Perusahaan harus dengan jelas menentukan jenis dokumen dan pengendaliannya yang efektif. Pendokumentasian Sistem Manajemen K3 mendukung kesadaran tenaga kerja dalam rangka mencapai tujuan keselamatan dan kesehatan kerja dan evaluasi terhadap sistem dan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja. Bobot dan mutu pendokumentasian ditentukan oleh kompleksitas kegiatan perusahaan. Apabila unsur Sistem Manajemen K3 terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan secara menyeluruh, maka pendokumentasian Sistem Manajemen K3 harus diintegrasikan dalam keseluruhan dokumentasi yang ada. Perusahaan harus mengatur dan memelihara kumpulan ringkasan pendokumentasian untuk:

  1. Menyatukan secara sistematik kebijakan, tujuan dan sasaran keselamatan dan kesehatan kerja.
  2. Menguraikan sarana pencapaian tujuan dan sasaran keselamatan dan kesehatan kerja.
  3. Mendokumentasikan peranan, tanggung jawab dan prosedur. Memberikan arahan mengenai dokumen yang terkait dan menguraikan unsur-unsur lain dari sistem manajemen perusahaan.
  4. Menunjukkan bahwa unsur-unsur Sistem Manajemen K3 yang sesuai untuk perusahaan telah diterapkan.

3.2.4 Pengendalian Dokumen 

Perusahaan harus menjamin bahwa:

  1. Dokumen dapat diidentifikasi sesuai dengan uraian tugas dan tanggung jawab di perusahaan.
  2. Dokumen ditinjau ulang secara berkala dan, jika diperlukan, dapat direvisi.
  3. Dokumen sebelum diterbitkan harus lebih dahulu disetujui oleh personel yang berwenang.
  4. Dokumen versi terbaru harus tersedia di tempat kerja yang dianggap perlu.
  5. Semua dokumen yang telah usang harus segera disingkirkan.
  6. Dokumen mudah ditemukan, bermanfaat dan mudah dipahami.

3.2.5 Pencatatan dan Manajemen Informasi 

Pencatatan merupakan sarana bagi perusahaan untuk menunjukkan kesesuaian penerapan Sistem Manajemen K3 dan harus mencakup:

  1. Persyaratan ekstemal/peraturan perundangan dan internal/indikator kinerja keselamatan dan kesehatan kerja.
  2.  Izin kerja.
  3. Risiko dan sumber bahaya yang meliputi keadaan mesin-mesin, pesawat-pesawat, alat kerja, serta peralatan lainnya, bahan-bahan dan sebagainya,lingkungan kerja, sifat pekerjaan, cara kerja dan proses produksi.
  4.  Kegiatan pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja.
  5. Kegiatan inspeksi, kalibrasi dan pemeliharaan.
  6. Pemantauan data.
  7. Rincian insiden, keluhan dan tindak lanjut.
  8. Identifikasi produk termasuk komposisinya.
  9. Informasi mengenai pemasok dan kontraktor.
  10.  Audit dan peninjauan ulang Sistem Manajemen K3.

3.3 Identifikasi Sumber Bahaya, Penilaian dan Pengendalian risiko

Sumber bahaya yang teridentifikasi harus dinilai untuk menentukan tingkat risiko yang merupakan tolak ukur kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Selanjutnya dilakukan pengendalian untuk :

3.3.1 Identifikasi Sumber Bahaya 

Identifikasi sumber bahaya dilakukan dengan mempertimbangkan:

  1. Kondisi dan kejadian yang dapat menimbulkan potensi bahaya.
  2. Jenis kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang mungkin dapat terjadi.

3.3.2 Penilaian Risiko

Penilaian risiko adalah proses untuk menentukan prioritas pengendalian terhadap tingkat risiko kecelakaan atau penyakit akibat kerja.

3.3.3 Tindakan Pengendalian

Perusahaan harus merencanakan manajemen dan pengendalian kegiatan-kegiatan, produk barang dan jasa yang dapat menimbulkan risiko kecelakaan kerja yang tinggi. Hal ini dapat dicapai dengan mendokumentasikan dan
menerapkan kebijakan standar bagi tempat kerja, perancangan pabrik dan bahan, prosedur dan instruksi kerja untuk mengatur dan mengendalikan kegiatan produk barang dan jasa. Pengendalian risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja dilakukan melalui metode:

  1. Pengendalian teknis/rekayasa yang meliputi eliminasi, substitusi, isolasi, ventilasi, higiene dan sanitasi.
  2. Pendidikan dan pelatihan.
  3. Pembangunan kesadaran dan motivasi yang meliputi sistem bonus, insentif, penghargaan dan motivasi diri.
  4. Evaluasi melalui internal audit, penyelidikan insiden dan etiologi.
  5. Penegakan hukum.

3.3.4 Perancangan (Design) dan Rekayasa

Pengendalian risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja dalam proses rekayasa harus dimulai sejak tahap perancangan dan perencanaan. Setiap tahap dari siklus perancangan meliputi pengembangan, verifikasi
tinjauan ulang, validasi dan penyesuaian harus dikaitkan dengan identifikasi sumber bahaya, prosedur penilaian dan pengendalian risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Personel yang memiliki kompetensi kerja harus ditentukan dan diberi wewenang dan tanggung jawab yang jelas untuk melakukan verifikasi persyaratan Sistem Manajemen K3.

3.3.5 Pengendalian Administratif

Prosedur dan instruksi kerja yang terdokumentasi pada saat dibuat harus mempertimbangkan aspek keselamatan dan kesehatan kerja pada setiap tahapan. Rancangan dan tinjauan ulang prosedur hanya dapat dibuat oleh
personel yang memiliki kompetensi kerja dengan melibatkan para pelaksana. Personel harus dilatih agar memiliki kompetensi kerja dalam menggunakan prosedur. Prosedur harus ditinjau ulang secara berkala terutama jika terjadi
perubahan peralatan, proses atau bahan baku yang digunakan.

3.3.6 Tinjauan Ulang Kontrak

Pengadaan barang dan jasa melalui kontrak harus ditinjau ulang untuk menjamin kemampuan perusahaan dalam memenuhi persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja yang ditentukan.

3.3.7 Pembelian

Sistem pembelian barang dan jasa termasuk didalamnya prosedur pemeliharaan barang dan jasa harus terintegrasi dalam strategi penanganan pencegahan risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Sistem pembelian harus menjamin agar produk barang dan jasa serta mitra kerja perusahaan memenuhi persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja. Pada saat barang dan jasa diterima di tempat kerja, perusahaan harus menjelaskan kepada semua pihak yang akan menggunakan barang dan jasa tersebut mengenai identifikasi, penilaian dan pengendalian risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

3.3.8 Prosedur Menghadapi Keadaan Darurat atau Bencana

Perusahaan harus memiliki prosedur untuk menghadapi keadaan darurat atau bencana, yang diuji secara berkala untuk mengetahui keandalan pada saat kejadian yang sebenarnya. Pengujian prosedur secara berkala tersebut dilakukan oleh personel yang memiliki kompetensi kerja, dan untuk instalasi yang mempunyai bahaya besar harus dikoordinasikan dengan instansi terkait yang berwenang.

3.3.9 Prosedur Menghadapi Insiden

Untuk mengurangi pengaruh yang mungkin timbul akibat insiden, perusahaan harus memilki prosedur yang meliputi:

  1. Penyediaan fasilitas P3K dengan jumlah yang cukup dan sesuai sampai mendapatkan pertolongan medik.
  2. Proses perawatan lanjutan.

3.3.10 Prosedur Rencana Pemulihan Keadaan Darurat

Perusahaan harus membuat prosedur rencana pemulihan keadaan darurat untuk secara cepat mengembalikan pada kondisi yang normal dan membantu pemulihan tenaga kerja yang mengalami trauma.

4. PENGUKURAN DAN EVALUASI

Perusahaan harus memiliki sistem untuk mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja Sistem Manajemen K3 dan hasilnya harus dianalisis guna menentukan keberhasilan atau untuk melakukan identifikasi tindakan perbaikan.

4.1 Inspeksi dan Pengujian 

Perusahaan harus menetapkan dan memelihara prosedur inspeksi, pengujian dan pemantauan yang berkaitan dengan tujuan dan sasaran keselamatan dan kesehatan kerja. Frukuensi inspeksi dan pengujian harus sesuai dengan obyeknya. Prosedur inspeksi, pengujian dan pemantauan secara umum meliputi:

  1. Personel yang terlibat harus mempunyai pengalaman dan keahlian yang cukup.
  2. Catatan inspeksi, pengujian dan pemantauan yang sedang berlangsung harus dipelihara dan tersedia bagi manajemen, tenaga kerja dan kontraktor kerja yang terkait.
  3. Peralatan dan metode pengujian yang memadai harus digunakan untuk menjamin telah dipenuhinya standar keselamatan dan kesehatan kerja.
  4. Tindakan perbaikan harus dilakukan segera pada saat ditemukan ketidaksesuaian terhadap persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja dari hasil inspeksi, pengujian dan pemantauan.
  5. Penyelidikan yang memadai harus dilaksanakan untuk menemukan inti permasalahan dari suatu insiden.
  6. Hasil temuan harus dianalisis dan ditinjau ulang.

4.2 Audit Sistem Manajemen K3

Audit Sistem Manajemen K3 harus dilakukan secara berkala untuk mengetahui keefektifan penerapan Sistem Manajemen K3. Audit harus dilaksanakan secara sistematik dan independen oleh personel yang memiliki
kompetensi kerja dengan menggunakan metodologi yang sudah ditetapkan. Frekuensi audit harus ditentukan berdasarkan tinjauan ulang hasil audit sebelumnya dan bukti sumber bahaya yang didapatkan ditempat kerja. Hasil audit harus digunakan oleh pengurus dalam proses tinjauan ulang manajemen.

4.3 Tindakan Perbaikan dan Pencegahan 

Semua hasil temuan dari pelaksanaan pemantauan, audit dan tinjauan ulaug Sistem Manajemen K3 harus didokumentasikan dan digunakan untuk identifikasi tindakan perbaikan dan pencegahan serta pihak manajemen menjaminpelaksanaannya secara sistematik dan efektif.

5. TINJAUAN ULANG DAN PENINGKATAN OLEH PIHAK MANAJEMEN

Pimpinan yang ditunjuk harus melaksanakan tinjauan ulang Sistem Manajemen K3 secara berkala untuk menjamin kesesuaian dan keefektifan yang berkesinambungan dalam pencapaian kebijakan dan tujuan keselamatan dan
kesehatan kerja. Ruang lingkup tinjauan ulang Sistem Manajemen K3 harus dapat mengatasi implikasi keselamatan dan kesehatan kerja terhadap seluruh kegiatan, produk barang dan jasa termasuk dampaknya terhadap kinerja perusahaan. Tinjauan ulang Sistem Manajemen K3 harus meliputi:

  1. Evaluasi terhadap penerapan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja.
  2. Tujuan, sasaran dan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja.
  3. Hasil temuan audit Sistem Manajemen K3.
  4. Evaluasi efektifitas penerapan Sistem Manajemen K3 dan kebutuhan untuk mengubah Sistem Manajemen K3 sesuai dengan:

1) Perubahan peraturan perundangan.

2) Tuntutan dari pihak yang tekait dan pasar.
3) Perubahan produk dan kegiatan perusahaan.
4) Perubahan struktur organisasi perusahaan.
5)Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk epidemologi.
6) Pengalaman yang didapat dari insiden keselamatan dan kesehatan kerja.
7) Pelaporan.
8) Umpan balik khususnya dari tenaga kerja.

 

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 12 Desember 1996
MENTERI TENAGA KERJA
REPUBLIK INDONESIA

ttd.

Drs. ABDUL LATIEF

 

Close Menu